HEADLINE NEWS

IKUTI KAMI !

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Ops Yustisi Di Roa Malaka Tambora Petugas Tindak 8 Pelanggar protokol kesehatan




Jakarta, Jajaran Polsek Tambora Polres Metro Jakarta Barat bersama petugas gabungan tiga pilar rutin menggelar operasi yustisi tertib masker di wilayahnya, guna menekan penyebaran COVID-19.


Kapolsek Tambora Kompol M Faruk Rozi mengatakan,  jumlah personil yang diturunkan hari ini  terdiri dari 25 personil anggota gabungan. 


"Hari ini kita lakukan operasi yustisi di Jalan Kali Besar Roa Malaka. Sebanyak 8 orang pelanggar kita kenakan sanksi sosial yakni membersihkan fasilitas umum," ujar Kompol Faruk, Minggu (08/11/2020). 


Faruk menjelaskan,  kegiatan ini menekan penyebaran COVID-19, jadi protokol kesehatan dan wajib mengenakan masker di ruang publik harus dilaksanakan.


Kegiatan ini bertujuan untuk penerapan disiplin protokol kesehatan, sebagai upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19.


"Selain itu, diharapkan kegiatan ini dapat mengunggah kesadaran masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan dalam beradaptasi di kebiasaan baru," katanya.


( *Humas Polres Metro Jakarta Barat* )

[8/11 14.42] +62 812-2842-5912: “Hoegeng” dari Yon Rekonfu pengganti Idham Azis? 


Rekonfu adalah nama yang dipilih untuk menyebut para lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1987. Ada yang tidak biasa dalam pemilihan nama untuk batalyon Akpol yang biasanya memakai bahasa sansekerta, tapi kali ini yang dipakai adalah sebuah akronim dari tiga kata yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu reorganisasi, konsolidasi dan fungsionalisasi. 

Pemilihan konsepsi untuk perbaikan organisasi agar bisa lebih sesuai dengan zamannya menjadi relevan diwacanakan kembali ketika salah satu anggota Batalyon Rekonfu, yakni Tito Karnavian, mendapat amanah memimpin Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada 13 Juli 2016, menggantikan Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, perwira alumni Akpol 1982 Batalyon Pratistha. Serah-terima jabatan ini menarik karena dilakukan oleh sesama lulusan terbaik Akpol pemegang Adhi Makayasa di angkatannya.  

Sebagai sebuah konsepsi, Rekonfu pernah populer sebagai salah satu gagasan pembaruan Polri untuk menemuka model pemolisian yang tepat bagi masyarakat Indonesia. Setelah kemerdekaan Kepala Kepolisian yang pertama, Mr Soekanto, menggelorakan pembangunan sebagai polisi negara demokrasi, kemudian berlontaran berbagai ide dalam dinamika pembangunan Polri. Dalam pengamatan Pro Satjipto Rahardjo, guru besar Universitas Diponegoro yang mempelopori pendirian Pusat Studi Kepolisian (PSK) di Semarang, ada parade slogan yang menarik untuk dicatat di antaranya Rekonfu, Opdin (Optimasi dan Dinamisasi) serta Tekadku Pengabdian Terbaik.  

Penetapan Jenderal (Pol) Tito Karnavian menjadi Kapolri juga menarik perhatian publik karena ada anggapan bahwa dia menjadi Kapolri termuda, meski sebenarnya rekor Kapolri termuda ada pada Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso. Saat dilantik menjadi Kapolri pada 15 Mei 1968, Hoegeng yang kelahiran 14 Oktober 1921 masih berusia 47 tahun; sementara Tito yang lahir 26 Oktober 1964 berusia 52 tahun saat dilantik untu memimpin hampir 500 ribu anggota Polri yang tersebar di 33 Polda. Kesan bahwa Tito terlalu muda menjadi Tri Brata 1 juga karena pemahaman bahwa dia melewati angkatan 1983, 1984, 1985 dan 1986; padahal jabatan Kapolri bukan berdasarkan arisan angkatan akademi sehingga tidak ada keharusan terjadi berurutan. Tidak mungkin menjadikan semua angkatan di Akpol berkesempatan berada di puncak karir perwira polisi.

Langkah yang dilakukan Tito begitu ditetapkan sebagai Kapolri dengan menemui para seniornya, selain merupakan langkah kultural yang simpatik juga menjadi strategis karena mengungkapkan beberapa langkah yang akan dilakukannya asalkan memang niatnya reformasi dan memperbaiki institusi Polri.  Dia dengan artikulasi jelas menyatakan bahwa reformasi birokrasi Polri menjadi prioritasnya sebagai Kapolri, khususnya reformasi internal, birokrasi, pelayanan masyarakat yang lebih baik serta menekan korupsi dan pelanggaran anggota.

Gagasan Rekonfu coba diimplementasikan secara masif dengan membuat sistem dan mekanisme yang baik, mulai dari perekrutan hingga pembinaan karir anggota agar output-nya mulai dari layanan publik, profesionalisme penegakan hukum, dan situasi kamtibmas menjadi lebih baik.  Untuk menopang kebijakannya dia memilih beberapa teman seangkatannya untuk masuk dalam formasi dalam kepemimpinannya, utamanya untuk menata sumber daya manusia. Tito tidak langsung melakukannya sesaat setelah dilantik, tapi menunggu sampai 6 bulan setelah mengemban amanahnya, ditunjuklah Irjen Pol Arief Sulistyanto yang semula menjabat Korsahli Kapolri menjadi Asisten Sumber Daya Manusia Kapolri pada 3 Februari 2017. 

Arief yang dikenal sebagai Mr Clean mulai menata personel di Polri mulai dari rekrutmen, satu proses dari input SDM Polri yang sangat menentukan kualitas pelayanan publik, penegakan hukum dan keamanan dan ketertiban di masyarakat.  Karena itu, ditegaskan berulang-ulang baik secara langsung maupun dalam rapat dengan para Kepala Biro (Karo) SDM semua Polda bahwa proses perekrutan anggota Polri mulai dari Tamtama, Bintara, SIPSS (Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana dan Taruna Akpol harus berlangsung secara obyektif dan jujur. Harus clear dan clean, tidak ada penyimpangan seperti yang selama ini menjadi rumor di masyarakat.

Tentu saja apa ini bukan hanya keinginan Arief, tapi juga keinginan Kapolri, Presiden dan pasti masyarakat. Karena itu, Kapolri juga memerintahkan kepada para Kapolda agar proaktif melaksanakan pengawasan yang efektif dalam proses perekurtan personel, artinya jangan sampai ada yang main-main dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri.

Komitmen clear dan clean dalam proses penerimaan personel Polri terlihat kesungguhannya saat Mabes Polri mengambil alih proses penerimaan Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) 2017 dari panitia daerah Polda Jawa Barat.  Pengambilalihan proses penerimaan Taruna Akpol tersebut disebabkan oleh adanya kericuhan orangtua calon taruna yang terjadi akibat terbit keputusan Kepala Polda Jawa Barat yang menyatakan kuota penerimaan Taruna Akpol dibagi menjadi kuota khusus putra daerah dan kuota non putra daerah.  Untuk menghindari kekisruhan meluas, Mabes Polri mengambil alih seleksi daerah dari 35 orang menjadi 23 untuk mengikuti seleksi tingkat pusat.

Reformasi dalam hal rekrutmen dan pengelolaan sumber daya manusia di Polri memang tidak semuanya dilakukan secara terbuka. Jurnalis Farouk Arnaz yang menulis buku “Arief Effect: Setahun Revolusi Senyap di Dapur Polri” menyebutnya pembenahan dan reformasi yang dilakukan bisa mengeleminasi pandangan nyinyir di masyarakat bahwa jadi polisi harus bayar, polisi yang ingin jabatan strategis harus setor, saat sekolah dalam pembinaan karier harus memberi amplop kepada tenaga pendidik, mencari beking, hingga titip-menitip nasib. Semua persoalan yang bersumbu pada proses penerimaan dan pembinaan karir yang sudah dianggap sebagai rahasia umum mulai dikikis.

Perubahan di internal Polri, khususnya di jajaran Asisten SDM Kapolri dan Karo SDM di Polda memang mulai terasa sejak Februari 2017. Penegasan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian digaungkan oleh Irjen (Pol) Arief Sulistyanto selaku Asisten SDM Kapolri bahwa kini i tidak ada lagi katebelece, setoran, nepotisme, dan hal-hal buruk lain dalam rekrutmen, promosi, atau mutasi polisi. 

Alasan Jenderal Tito Karnavian memilih Arief, teman seangkatannya yang pernah menjabat Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, sebagai Asisten SDM Kapolri terlihat lebih banyak karena Tito mengenal Arief dan yakin dia bisa menjalankan visi Kapolri untuk mereformasi SDM. Di era ini juga dimulai tradisi baru yakni hasil ujian dan ranking peserta seleksi Akpol diumumkan segera dan transparan, sehingga setiap peserta tahu siapa yang lolos atau tidak. Pola sebelumnya, peserta seleksi hanya Akpol hanya menerima nilainya sendiri tanpa tahu peringkatnya dan tidak punya gambaran berapa nilai saingannya yang lolos. Tidak hanya itu, calon yang membawa katebelece atau terindikasi yang bersangkutan titipan diprioritaskan tapi untuk digugurkan, bukan prioritas untuk dinominasikan dalam seleksi lanjutan. 

Kini sudah setahun lebih Tito Karnavian meninggalkan posisi jabatan Kapolri, menjadi Menteri Dalam Negeri. Dan, posisi Kapolri sudah setahun lebih dijabat oleh Idham Azis, alumni Akpol 1988 A, adik kelas Tito dan Arief. Menjelang masa akhir jabatan Idham yang menurut kebiasaan akan pensiun pada Januari 2021, muncul wacana tentang sosok seperti Hoegeng untuk menjadi Kapolri pengganti Idham Azis.

Siapa kira-kira yang mirip Pak Hoegeng dalam tindak-tanduk dan kepemimpinannya?

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, sebagaimana diberitakan jpnn.com 14 Agustus 2020, menyebut sejumlah nama yang berpeluang menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis di kursi Kapolri. Menurut Edi, syarat khusus bagi calon Kapolri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri adalah pangkat, seharusnya komisaris jenderal (komjen). Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut nama-nama perwira Polri berpangkat komjen. Di antaranya adalah Gatot Eddy Pramono (Wakapolri), Agus Andrianto (kepala Baharkam Polri), Listyo Sigit Prabowo (kepala Bareskrim Polri), Rycko Amelza Dahniel (kepala Baintelkam Polri), Agung Budi Maryoto (Irwasum Polri), serta Arief Sulistyanto (kepala Lemdiklat Polri). 

Lantas siapa yang berpeluang mirip dengan Pak Hoegeng? Apakah Mr Clean mirip Pak Hoegeng?

Tidak ada yang bisa memastikan siapa yang mirip, meski kita boleh saja berpendapat. Juga sulit untuk memprediksi, karena pemilihan Kapolri adalah kewenangan Presiden.

Jadi, ya kembali pemegang mandate, Pak Jokowi yang tahu siapa yang akan dipilih sebagai Kapolri. (awo)

Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *